Selasa, 24 April 2012

Kebun Sawit Dibiarkan Terlantar
Pekebunan kelapa sawit.
MERAUKE - Kebun sawit seluas 400 hektar di Distrik Elikobel dan Ulilin, Merauke, Provinsi Papua, telantar.
Pohon-pohon sawit yang ditanam sejak tahun 2002 lalu, selama tiga tahun terakhir ini dibiarkan tidak terawat, karena kesulitan menjual hasil panen.
Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan Merauke, Effendi Kanan, Selasa (24/4/2012), mengatakan, dari 400 hektar kebun itu lahan seluas 60 hektar di antaranya milik Pemkab Merauke dan 360 hektar milik masyarakat.
"Sudah tiga tahun ini tidak dibiayai lagi," katanya.
Kendala utama yang dihadapi adalah jauhnya jarak antara lokasi perkebunan dengan pabrik pengolahan sawit di Asiki, Kabupaten Boven Digoel, yakni sekitar 100 kilometer. Kondisi itu menyebabkan biaya transportasi sangat tinggi, sehingga dinilai tidak lagi menguntungkan.
Effendi mengatakan, satu-satunya cara untuk menyelematkan perkebunan sawit itu yakni mendatangkan satu investor yang mau membangun pabrik pengolahan kelapa sawit di dekat perkebunan.
48 Warga Dusun Mekar Jaya Minta Kepastian Hukum
 Ilustrasi: Hutan mangrove.
PONTIANAK - Sudah tiga tahun ini, 48 lelaki warga Dusun Mekar Jaya, Desa Dabung, Kecamatan Kubu, Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat, menjadi tersangka perusakan hutan mangrove. Namun sampai saat ini kasus hukumnya masih menggantung di Kepolisian Daerah Kalimantan Barat.
Warga Dusun Mekar Jaya itu ditetapkan sebagai tersangka perusakan hutan mangrove di pesisir Kubu, oleh penyidik Kepolisian Daerah Kalimantan Barat pada tahun 2009.
Ketua Adat Benua Dabung Abdul Latief Rahmad Hoed, Selasa (24/4/2012), mengatakan, para tersangka meminta Polda Kalbar memberikan kepastian hukum agar mereka bisa beraktivitas dengan tenang lagi.
"Kami ditetapkan sebagai tersangka dengan dasar yang tidak jelas, karena kawasan itu sudah kami tempati secara turun-temurun sejak nenek moyang kami. Penunjukan hutan itu juga sepihak tanpa melibatkan masyarakat, dan kini sudah tiga tahun nasib kami digantung tanpa ada kejelasan," ujar Latief yang juga menjadi salah satu tersangka.
Seluruh kepala keluarga di Mekar Jaya ditetapkan sebagai tersangka, karena diduga terlibat dalam pembukaan hutan mangrove menjadi tambak udang. Sayangnya, kawasan yang ditunjuk menjadi hutan melalui Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 259 Tahun 2000 tentang Penunjukan Kawasan Hutan dan Perairan di Kalbar itu, belum sah.
Setelah penunjukan, seharusnya batas kawasan itu masih harus ditata, dipetakan, dan terakhir baru bisa ditetapkan sebagai kawasan hutan.
Latief meminta, Polda Kalbar segera menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3). "Selama kami menjadi tersangka, kami tidak bisa mengurus tambak udang yang dulu menjadi sumber penghidupan kami," kata Latief.
Kepala Seksi Penerangan dan Hukum (Kasipenkum) Kejaksaan Tinggi Kalbar, Arifin Arsyad, mengatakan, tahun 2011 lalu pihaknya menerima pelimpahan berkas itu untuk yang keempat kalinya dari penyidik Polda Kalbar.
Namun jaksa mengembalikan berkas itu lagi dengan sejumlah catatan, karena belum memenuhi syarat formal dan material untuk diajukan ke persidangan. "Salah satu syarat yang belum terpenuhi adalah mengenai penetapan hutan itu, berdasarkan sangkaan yang didasarkan pada Pasal 78 Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan," kata Arsyad.
Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Kalbar. Ajun Komisaris Besar Mukson Munandar, mengungkapkan, berkas kasus itu masih akan dilengkapi oleh penyidik. Namun, seandainya penyidik tidak bisa memenuhi permintaan jaksa untuk melengkapi berkas, kasus itu akan digelar.
"Dalam gelar perkara itu nantinya akan disimpulkan apakah kasus itu bisa dilanjutkan atau tidak. Kalau tidak, ya harus diterbitkan SP3 untuk memberi kepastian hukum bagi para tersangka," kata Mukson.