Ilustrasi: Hutan mangrove.
PONTIANAK - Sudah tiga tahun ini, 48
lelaki warga Dusun Mekar Jaya, Desa Dabung, Kecamatan Kubu, Kabupaten
Kubu Raya, Kalimantan Barat, menjadi tersangka perusakan hutan mangrove.
Namun sampai saat ini kasus hukumnya masih menggantung di Kepolisian
Daerah Kalimantan Barat.
Warga Dusun Mekar Jaya itu ditetapkan
sebagai tersangka perusakan hutan mangrove di pesisir Kubu, oleh
penyidik Kepolisian Daerah Kalimantan Barat pada tahun 2009.
Ketua
Adat Benua Dabung Abdul Latief Rahmad Hoed, Selasa (24/4/2012),
mengatakan, para tersangka meminta Polda Kalbar memberikan kepastian
hukum agar mereka bisa beraktivitas dengan tenang lagi.
"Kami
ditetapkan sebagai tersangka dengan dasar yang tidak jelas, karena
kawasan itu sudah kami tempati secara turun-temurun sejak nenek moyang
kami. Penunjukan hutan itu juga sepihak tanpa melibatkan masyarakat, dan
kini sudah tiga tahun nasib kami digantung tanpa ada kejelasan," ujar
Latief yang juga menjadi salah satu tersangka.
Seluruh kepala
keluarga di Mekar Jaya ditetapkan sebagai tersangka, karena diduga
terlibat dalam pembukaan hutan mangrove menjadi tambak udang. Sayangnya,
kawasan yang ditunjuk menjadi hutan melalui Surat Keputusan Menteri
Kehutanan Nomor 259 Tahun 2000 tentang Penunjukan Kawasan Hutan dan
Perairan di Kalbar itu, belum sah.
Setelah penunjukan, seharusnya
batas kawasan itu masih harus ditata, dipetakan, dan terakhir baru bisa
ditetapkan sebagai kawasan hutan.
Latief meminta, Polda Kalbar
segera menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3). "Selama
kami menjadi tersangka, kami tidak bisa mengurus tambak udang yang dulu
menjadi sumber penghidupan kami," kata Latief.
Kepala Seksi
Penerangan dan Hukum (Kasipenkum) Kejaksaan Tinggi Kalbar, Arifin
Arsyad, mengatakan, tahun 2011 lalu pihaknya menerima pelimpahan berkas
itu untuk yang keempat kalinya dari penyidik Polda Kalbar.
Namun
jaksa mengembalikan berkas itu lagi dengan sejumlah catatan, karena
belum memenuhi syarat formal dan material untuk diajukan ke persidangan.
"Salah satu syarat yang belum terpenuhi adalah mengenai penetapan hutan
itu, berdasarkan sangkaan yang didasarkan pada Pasal 78 Undang-undang
Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan," kata Arsyad.
Kepala
Bidang Hubungan Masyarakat Polda Kalbar. Ajun Komisaris Besar Mukson
Munandar, mengungkapkan, berkas kasus itu masih akan dilengkapi oleh
penyidik. Namun, seandainya penyidik tidak bisa memenuhi permintaan
jaksa untuk melengkapi berkas, kasus itu akan digelar.
"Dalam
gelar perkara itu nantinya akan disimpulkan apakah kasus itu bisa
dilanjutkan atau tidak. Kalau tidak, ya harus diterbitkan SP3 untuk
memberi kepastian hukum bagi para tersangka," kata Mukson.